Eco-tourism bukan sekadar tren, tapi kebutuhan mendesak di dunia pariwisata. Di Indonesia yang kaya alamnya, konsep ini mulai banyak diterapkan untuk menjaga kelestarian lingkungan sambil tetap menawarkan pengalaman liburan seru. Wisata berkelanjutan ini mengajak traveler lebih bertanggung jawab—mulai dari mengurangi sampah plastik sampai memilih akomodasi ramah lingkungan. Yang menarik, banyak destinasi lokal sekarang justru bangga menawarkan paket wisata berbasis eco-tourism, mulai dari homestay ala desa hingga eksplorasi hutan tanpa merusak. Selain mengurangi dampak negatif pariwisata, pendekatan ini juga membantu ekonomi masyarakat sekitar. Gimana sih cara liburan ala eco-tourism yang beneran berdampak positif? Yuk cari tahu bareng!

Baca Juga: Rekomendasi Cafe Seminyak dengan Kuliner Unik Bali

Mengenal Konsep Eco Tourism di Indonesia

Eco-tourism di Indonesia bukan sekadar wisata alam biasa—ini parahwisata yang dirancang untuk minimalkan kerusakan lingkungan sekaligus memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal. Berbeda dengan liburan konvensional yang kadang eksploitatif, eco-tourism punya prinsip utama: lestarikan alam, dukung budaya lokal, dan edukasi traveler.

Contoh nyatanya?

  • Homestay berbasis komunitas di Bali atau Flores yang dibangun dengan material alami dan mengajak tamu terlibat dalam kegiatan warga.
  • Ekowisata bahari seperti di Raja Ampat, di mana aturan ketat diterapkan buat lindungi terumbu karang (cek panduan resmi di sini).
  • Jelajah hutan adat bersama pemandu lokal, kayak di Tana Toraja atau Halmahera, yang mengurangi jejak karbon pengunjung.

Yang bikin eco-tourism keren di Indonesia adalah kearifan lokal jadi tulang punggungnya. Misal, masyarakat Dayak di Kalimantan punya sistem tana ulen (harta adat) yang ternyata cocok banget dengan prinsip konservasi modern. Atau Sasi Laut di Maluku yang udah ratusan tahun jadi cara tradisional nelayan jaga stok ikan—sejalan banget dengan konsep sustainable tourism.

Tapi jangan salah, eco-tourism nggak berarti liburan mahal atau nggak nyaman. Justru banyak paket terjangkau seperti bike tour di Yogyakarta atau kebun organik di Lembang yang bikin kita belajar sambil rekreasi.

Yang perlu diingat: eco-tourism beneran atau sekadar “greenwashing”? Cek dulu apakah destinasi punya sertifikasi resmi (seperti Eco-Tourism Indonesia) atau benar-benar melibatkan masyarakat setempat. Kalau cuma tempel label “hijau” tapi sampahnya dibuang sembarangan? Itu bohong namanya.

Pengen mencoba? Mulai dari hal simpel: pilih tour operator yang transparan soal dampak lingkungan, bawa botol minum sendiri, dan hormati aturan adat setempat. Soalnya, alam Indonesia itu warisan—bukan cuma untuk kita, tapi juga generasi mendatang.

Baca Juga: Melestarikan Tradisi Nusantara dan Kearifan Lokal

Destinasi Wisata Berkelanjutan Terbaik

Indonesia punya banyak spot eco-tourism yang nggak cuma cantik, tapi juga punya sistem wisata berkelanjutan beneran. Berikut contohnya yang worth to visit:

  1. Raja Ampat, Papua Barat Surga biodiversitas laut ini punya aturan ketat: kuota pengunjung, larangan sunscreen berbahaya, dan dana konservasi dari tiket masuk. Program Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) bantu lindungi terumbu karang. Pro tip: pilih homestay lokal seperti di Arborek yang dikelola langsung masyarakat.
  2. Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (Kalimantan) Ekowisata berbasis komunitas Dayak di sini ajak traveler trekking sambil belajar tata kelola hutan adat. Ada juga program "bejalai" (budaya merantau Dayak) yang digabung dengan homestay ramah lingkungan.
  3. Nglanggeran, Yogyakarta Desa ini sukses bikin wisata gunung api purba dengan konsep zero waste. Mereka olah sampah organik jadi kompos dan sedotan bambu. Cek programnya di Desa Wisata Nglanggeran—termasuk kebun organik dan batik eco-print.
  4. Wae Rebo, Flores Desa adat berbentuk mirip cone ini wajib dikunjungin buat yang pengen sleep under the stars tanpa listrik tapi tetap nyaman. Semua biaya menginap masuk ke dana pendidikan dan pelestarian rumah adat.
  5. Belitung (Geopark UNESCO) Selain pantai, Belitung kini terkenal dengan wisata tambang rehabilitasi. Bekas galayan timah diubah jadi taman edukasi, seperti Danau Kaolin yang dikelola tanpa plastik.

Yang keren dari destinasi ini? Bukan cuma alamnya yang dijaga, tapi juga ekonomi warga naik. Misalnya, di Mentawai, program Surfing Conservation bantu nelayan beralih jadi pemandu selancar agar hutan nggak dibabat.

Tips milih destinasi eco-tourism beneran:

  • Cari yang punya sertifikasi resmi (e.g., GSTC atau Ecolabel).
  • Pilih yang libatkan warga lokal (bukan cuma jadi "tukang foto").
  • Hindari tempat yang masih pakai single-use plastic meski deklarasi "hijau".

Kalau mau eksplor lebih jauh, bisa cek daftar lengkap di Kemenparekraf atau platform seperti Green Travel Indonesia. Ingat, liburan sustainable itu nggak harus mewah—yang penting dampaknya nyata!

Baca Juga: Pesona Pantai Carita Destinasi Wisata Menawan

Dampak Positif Wisata Ramah Lingkungan

Eco-tourism bukan cuma soal foto-foto di alam—tapi gerakan yang bikin perubahan nyata. Ini dia buktinya:

1. Tekan Kerusakan Alam

Destinasi seperti Taman Nasional Komodo pakai sistem carrying capacity (batas maksimum pengunjung) biar ekosistem nggak kewalahan. Hasilnya? Populasi komodo stabil dan terumbu karang nggak rusak gegara snorkel massal. Program Eco-Diver di Bali juga latih operator wisata bahari biar nggak injek karang.

2. Dorong Ekonomi Lokal Langsung

Contoh suksesnya Desa Penglipuran (Bali): 90% pendapatan desa dari homestay dan kerajinan bambu, bukan jual tanah ke developer. Menurut data UNDP Indonesia, desa ekowisata bisa naikin penghasilan warga 30-50% dibanding kerja di perkebunan sawit.

3. Revitalisasi Tradisi yang Mau Punah

Di Sumba, program "ikat weaving tourism" bikin para ibu kembali aktif tenun—yang sebelumnya ditinggalkan karena dianggap nggak menguntungkan. Bonus: karya mereka laku di Pasar Kamis Sustainable Market, Jakarta dengan harga premium.

4. Kurangi Polusi Wisata Massal

Bandara Silangit (Danau Toba) sekarang pakai solar panel dan aturan shuttle bus wajib buat kurangi emisi kendaraan pribadi. Hasilnya, The International Ecotourism Society catat penurunan sampah plastik 40% di kawasan itu sejak 2022.

5. Jadi "Sekolah Alam" Gratis

Ekowisata Hutan Harapan (Jambi) punya program khusus buat anak-anak belajar konservasi orangutan sambil trekking—dipandu mantan pemburu yang sekarang jadi ranger. Edukasi model gini jauh lebih ngena daripada teori di kelas.

Yang sering dilupakan: eco-tourism juga bikin industri pariwisata lebih adaptif terhadap krisis. Saat pandemi, desa-desa ekowisata di Toraja bisa bangkit cepat karena punya produk lokal alternatif (kopi, tenun) selain mengandalkan turis.

Tapi ingat: dampak positif ini cuma berlaku kalau dikelola serius. Nggak cukup sekadar pasang plang "eco-friendly". Harus ada audit rutin (kayak standar ISO 14001) dan transparansi pengelolaan dana. Kalau nggak, malah jadi greenwashing—kayak beberapa "resort hijau" di Lombok yang ternyata boros air tanah.

Laporan lengkapnya bisa diakses di Bappenas – Sustainable Tourism atau riset terbaru World Tourism Organization (UNWTO) tentang ekowisata di Asia Tenggara. Intinya, semakin banyak kita pilih destinasi ramah lingkungan, semakin besar peluangnya buat perubahan sistemik!

Baca Juga: Keunggulan Sewa Hiace Premio Luxury di Bandung

Tips Traveling Ramah Lingkungan

Gak perlu jadi aktivis lingkungan dulu buat liburan yang lebih sustainable. Mulai dari hal-hal praktis ini:

1. Buang "Mindset All-Inclusive"

Resort mewah yang nawarin buffet 24 jam itu emang menggiurkan, tapi seringkali makanan terbuang percuma. Pilih penginapan yang pakai sistem à la carte atau farm-to-table kayak Bambu Indah (Bali) yang masak pakai bahan kebun sendiri.

2. Pack Smart, Pack Light

  • Botol minum isi ulang (kayak Hydro Flask atau Qwetch) wajib dibawa – bandara besar seperti Soekarno-Hatta udah punya water refill station di mana-mana.
  • Kantong belanja lipat + kotak makan stainless buat jajan kaki lima – lebih higienis sekaligus kurangi styrofoam.

3. Transportasi: Bijak Milik Roda

  • Kalau jarak dekat (contoh: exploring Kampung Wisata Taman Sari Jogja), sewa sepeda atau jalan kaki. Apps seperti Gojek & Grab sekarang ada pilihan GoCar Green (mobil hybrid).
  • Untuk penerbangan, pilih maskapai yang punya program carbon offset kayak Garuda Indonesia (info resmi).

4. Souvenir yang Gak Malah Bikin Sesi

  • Beli kerajinan lokal berbahan alami (contoh: gula aren Batang packaging daun pisang) – hindari souvenir massal imported yang pasti dibuang.
  • Dukung local guides ketimbang tour operator besar – mereka biasanya bagi cerita authentic + duitnya langsung ke warga.

5. Digital Nomad Juga Bisa Nabung Listrik

  • Charge gadget pakai power bank solar kayak merek Blavor – cocok buat camping di Ranu Kumbolo.
  • Unplug charger kalau gak dipakai – hotel masih sering pakai PLTU batubara (data ESDM).

Bonus tip: "Jangan Asal Post Geotag" Lokasi tersembunyi kayak Pantai Seger (Lombok) rusak gegara viralnya TikTok. Pakai hashtag umum (#EcoTravelID) ketimbang tag koordinat persis.

Lebih banyak checklist bisa diunduh di WWF Travel Tips atau ikuti webinar EcoTravel Community di Instagram. Ingat: kecil-kecilan impact-nya gede kalo dilakukan banyak orang!

Kearifan Lokal dalam Wisata Berkelanjutan

Eco-tourism di Indonesia paling jitu ketika bersinggungan dengan kearifan lokal—bukan cuma jadi "tema", tapi jadi tulang punggung pengelolaannya. Contoh nyatanya:

1. Sasi Laut (Maluku & Papua)

Sistem adat ini bisa jadi contoh sustainable fishing tourism terbaik dunia. Nelayan dilarang mengambil lobster/ikan tertentu di zona larangan selama periode tertentu. Hasilnya? Dive spot seperti Misool Eco Resort bisa pertahankan populasi hiu sampai hari ini. Lebih detail ada di laporan Conservation International tentang community-based marine management.

2. Subak Bali (UNESCO World Heritage)

Sistem irigasi berusia abad ini ternyata jadi template eco-agrotourism. Pengalaman planting rice with farmers di Jatiluwih bukan sekadar atraksi—tapi cara menjaga keseimbangan ekosistem sawah berundak. Pemda Bali bahkan bikin program Subak Sustainability Certification untuk homestay yang patuh aturan tradisional ini.

3. Huma Betang (Dayak Kalimantan)

Desa Tumbang Malahoi sukses kembangkan paket "live like a Dayak"—para tamu diajak tinggal di rumah panjang sambil belajar teknik pengobatan hutan (etsologi) yang sudah terbukti lebih akurat dari survei modern buat identifikasi zona konservasi.

4. Rumah Gadang Minang (Sumatera Barat)

Material gonjong (atap melengkung) dari sengon & ijuk ternyata lebih tahan gempa dan hemat energi. Penginapan seperti Rumah Pohon Minang di Bukittinggi pakai arsitektur ini plus teknologi cross-ventilation alami—AC dibuang dari daftar fasilitas!

Yang sering dilupakan: aturan adat biasanya lebih efektif daripada hukum pemerintah. Contoh:

  • Suku Baduy Dalam punya larangan bawa plastik ke wilayah inti—lebih efektif dari perda Kabupaten Lebak.
  • Masyarakat Tengger mengatur jalur pendakian Bromo via cerita-cerita spiritual tentang leluhur penunggu gunung—hasilnya lebih disegari daripada larangan resmi BBTNG.

Tantangannya? Jangan sampai jadi komodifikasi budaya. Beberapa desa di Flores mulai menjual ritual Rebo Bontong (potong kerbau adat) sebagai atraksi harian—padahal seharusnya dilakukan sekali dalam 5 tahun.

Untuk yang mau eksplor lebih dalam, ada database kearifan lokal ramah lingkungan di Kemdikbud Ethnography atau riset ICRAF tentang sistem agroforestry adat. Intinya: jadi traveler yang nurut sama tuan rumah, bukan cuma foto-foto terus cabut!

Peran Masyarakat dalam Eco Tourism

Pelaku utama eco-tourism yang sesungguhnya itu bukan pemerintah atau investor—tapi masyarakat lokal. Nih buktinya mereka bisa jadi game changer:

1. Dari Penebang Liar Jadi Rangers

Di Taman Nasional Gunung Rinjani, mantan pembalak kayu sekarang jadi pemandu trekking bersertifikat—bayarannya lebih besar dari hasil jual kayu ilegal. Program TNGR Collaborative Management ini bahkan masuk studi kasus UNEP (United Nations Environment Programme).

2. Ibu-Ibu Pengelola Sampah = Agen Perubahan

Desa Penglipuran (Bali) punya sistem unik: tiap rumah wajib pilah sampah organik untuk kompos. Hasilnya? Mereka bisa jual pupuk ke kebun sayur wisata dengan omzet Rp 300 juta/bulan (data BPS Bali 2023).

3. Nelayan yang Switch Jadi Dive Master

Komunitas seperti Gili Eco Trust melatih nelayan tradisional mengoperasikan alat snorkel dan underwater camera—skill yang bikin mereka bisa dapat $50/hari memandang turis, versus $5/kg hasil tangkapan ikan.

Kunci Suksesnya? Kepemilikan Langsung

  • Homestay di Wae Rebo 100% milik warga—duit menginap langsung masuk kas desa.
  • Pasar Wisata di Toraja wajib jual produk lokal—importir kopi Luwak dilarang mangkal di sini.

Tapi ada tantangan besar: kesenjangan pengetahuan. Desa Kaki Langit (NTT) awalnya kewalahan menghitung carrying capacity sampai IPB University kasih pelatihan pemetaan digital sederhana.

Contoh terkeren: Eco-Village Certification ala masyarakat Baduy. Mereka bikin aturan sendiri:

  • Maksimal 5 tamu/rumah
  • Larangan bawa baterai & gadget ke zona inti
  • Denda adat kalau ngerusak pohon

Untuk yang mau dukung langsung, cek platform seperti Eco Tourism Indonesia yang connect traveler dengan komunitas. Atau gabung program voluntourism IDEP Foundation buat pelatihan waste management di desa.

Poin terpenting: jangan jadi turis yang cuma numpang eksis. Liburan ramah lingkungan itu artinya dengar dulu omongan orang lokal—baru ambil kamera!

Baca Juga: Sewa Mobil Murah Lepas Kunci di Bali 2023

Masa Depan Pariwisata Hijau di Indonesia

Eco-tourism di Indonesia bakal makin gila-gilaan—tapi nggak cuma sekadar tren sesaat. Ini prediksinya:

1. Carbon-Neutral Destinasi Bakal Jadi Standar

Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali udah mulai uji coba aviation biofuel dari minyak jelantah. Tahun depan, ada wacana tour package with carbon calculator—misal, trip ke Raja Ampat langsung kasih opsi donasi rehabilitasi mangrove via Blue Carbon Consortium.

2. Teknologi Adat Meet AI

Desa Penglipuran lagi ngembangin IoT sensor buat pantau air tanah—tapi masih pakai filosofi Tri Hita Karana. Startup lokal juga bikin apps "EcoGuideID" yang pake voice recognition buat terjemahin istilah konservasi dari 300 bahasa daerah.

3. Regenerasi Lahan Rusuk Jadi Hotspot Baru

Bekas tambang di Belitung sama Bangka bakal jadi edu-tourism site, modelnya kayak The Eden Project di Inggris. Ada rumor Kemenparekraf mau bikin "Geopark Rehabilitasi" khusus ex-PETI (tambang liar).

Tantangan Terbesar?

  • Greenwashing makin kreatif: Hotel bintang 5 sekarang bisa beli "fake carbon credit" tanpa ubah operasional.
  • Perangkat hukum belum siap: UU Pariwisata Berkelanjutan masih draft—padahal kasus kayak "fake eco-resort" di Labuan Bajo udah banyak.

Tapi optimis masih bisa:

  • Generasi Z traveler lebih milih akomodasi dengan zero-waste certification
  • Bank kaya BNI & BRI udah launching green loan khusus UKM pariwisata (info resmi)
  • Ada gerakan #TravelSansPlastic yang dipaksain sama influencer—resto di Gili sekarang kalo kasih sedotan plastik bisa kena cancel

Proyek paling seru sekarang: "Eco-Tourism Corridor" dari Bali ke NTT yang menyambungkan desa-desa low-impact tourism. Nantinya, bisa jalan-jalan 2 minggu full pakai ev-bus + homestay energi surya.

Buat yang penasaran roadmap lengkapnya, laporan tahunan Bappenas tentang Ekonomi Hijau atau ikutin perkembangannya lewat asosiasi ASITA Indonesia. Intinya: pariwisata Indonesia kedepan harus bisa lebih hijau—atau nggak usah ada sama sekali.

pariwisata ramah lingkungan
Photo by Colin + Meg on Unsplash

Wisata berkelanjutan di Indonesia nggak cuma bagus di teori—tapi udah bisa diliat hasil nyatanya. Mulai dari nelayan yang beralih jadi pemandu selam sampai desa adat yang bisa hidup dari homestay ramah lingkungan, semuanya buktiin bahwa pariwisata bisa sejalan dengan pelestarian alam. Tantangannya masih banyak? Pasti. Tapi selama kita sebagai traveler milih destinasi yang benar-benar berdampak positif, industri ini bakal terus bergerak ke arah lebih baik. So, next trip—coba deh cari yang bikin alam dan warga lokal sama-sama senang. Gitu aja udah kontribusi besar!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *